Jumat, 30 April 2010

ToTo : Poet From NeverLand


Zaman dahulu kala, jauuuuuuuuuuuuuuh sebelum ditemukannya Api oleh manusia (Eh, emang api di temukan tahun berapa ya?) ,, yah Pokoknya jauuuuuuuuh bgt dech! Saking jauhnya sampai2 tak bisa di rangkai dengan kata2. Setelah sempat beberapa tahun terobsesi jadi komikus, haaa, tiba2 saja setelah melihat, meraba, menerawang dan kecantol sama novel2 karya2 Mas Hilman (Lupus , Napak tilas para Hantu, DLL) dan karya2 bapak R.L Stine (Fear Street, Goosebumps, The Nightmare Room, DLL) diriku pun ber alih cita2 untuk menjadi seorang Novelis.. (Dahulu kala ni ye,, tapi kalok sekarang gak tw tu cita2nya jadi apa? Yg pasti jadi muda yg soleh, tua yg taat n mati dalam keadaan beriman,, amin)..
Berpuluh2 tahun sudah diriku berusaha keras mencoba mengukir diatas air, tapi tak ada hasilnya! Nah kali ini diriku ingin sedikit..eh banyak dech,, eeee sedikit aja gimana,, banyak juga boleh sich,, tapi hhmmm banyak atau sedikit nie?,, alah sedikit aja dech, jadi sedikit mengexpose karya2 diriku zaman dahulu kala yg bertintakan emas ini (dah lama stress jadi jgn terlalu di khawatirkan!)
Nie beberapa karya Tulis diriku yg ada apanya… apa adanya gitu..
Hehehe (Ketawanya cukup 3 kali aja ya! Sesudah makan dan sebelum tidur, dan perbanyak istirahat! Okeh)…. *_^..


Ni waktu zaman celana dongker pendek! (Untung kaki waktu itu masih mulus, wkwkwk) Hmm,, Pilm2 hantu Indonesia kala itu lagi pada bermunculan!
Trus diri ku Lagi candu banget sama novel2 “Lupus”,, Trus juga sempet baca Novel2 Hantu Indonesia (Baca Tanpa Modal alias minjem punya temen, hehehe)…
Nah,, dari sono ni,, diriku pun tergerak untuk membuat novel panjang bergenre Horor. Walaupun pengetahuan dunia goib ku Cuma sejumput, tapi diriku tak pernah absent nonton “Dunia Lain” sama Father diriku dahulu kala dimalam jum’at, jadi sedikit2 tahulah,, Maka,, Dengan kekuatan kekuatan cinta dan keadilan (Kayak Sailormon aja) terciptalah “Makam Berpenghuni” ini..
Sebuah Novel yg tak berujung ( Benar2 gak berujung lho, abisnya baru beberapa paragraph gak pernah di lanjutin,, hehehe waduh!?)


“Makam Berpenghuni”


Matahari sudah hampir tenggelam. Kelelawar – kelelawar keluar mencari makan berombongan. Warna orange langit menambah keindahan suasana di daerah perumahan pondok indah yang selalu sunyi. Sunyi sekali sampai – sampai suara jangkrikpun tak terdengar. Tak jauh dari perumahan pondok indah itu, ada pula perkuburan yang tak kalah seramnya dari rumah pondok indah itu. Kuburan kali angker. Ya itulah namanya. Tapi, disana masih terdengar suara jangkrik yang melepas keheningan malam. Dan……

“ Luu…lu..yyyakin ni Mat ?” ucap seseorang dgn nada setengah berbisik di dalam pekarangan kuburan tersebut sambil mengendap – endap.
“ Ya yakinlah begok! Lu maukan jadi kaya!” bentak seseorang didepannya.
“ Tt..tapi apa gak cari kuburan lain aja? Disinikan banyak setannya! Apa lu gak pernah denger ceritanya, mat?” ujar pria itu sambil melihat kanan kiri ketakutan.
“ Eh tok! Lu tu goblok atau begok sih? Kita ni kesini mau main jelangkung buat nanya nomor buntut. Jadi semakin banyak setannya makin bagus dong! Iya gak?” ujar pria bernama Somat itu sangar.
“ Ii..iii..ya juga sih. Tapi kenapa harus kuburan deket rumah pohon itu sih? Itu kan kuburannya Mak Ijah & cucunyakan. Lu gak tau ya kalau mak Ijah & cucunya itu….” Ucapan Totok terhenti.
“ gue tau! Tapi, semakin sangar setannya kan semakin jitu tebakannya. Ya udah lu sekarang tancepin jelangkungnya ke tu kuburan. Gue mau nyiapin kertas & sesajennya dulu.” Ujar Somat sambil menyerahkan jelangkungnya ke Totok.

Totok yang dari tadi berceloteh langsung terkesiap. Mata yang tadinya sayup – sayup sekarang membuka lebar. Mulutnya yang tebal kini tertutup dan terbuka. Suhu tubuh yang tadinya dingin semakin dingin. Rasa gemetar langsung menggerogoti sekujur tubuhTotok. Lalu dgn ekspresi marah sekaligus ketakutan, dia menoleh kearah Somat.

“ Aa.a.a.pa lu bilang,Mat?” Ujar Totok melotot.
“ Tancepin ni jelangkung ke tu kuburan, budek!!!!!” jawab Somat dgn suara besar sampai –sampai suaranya menggelegar ke seluruh kuburan.
“ Dari pada gue yg mati, mending lu aja yg mati. Lu gak tau apa? Sebulan yang lalu si Jamal mati tu didekat kuburan, gara – gara nancepin jelangkung ke tu kuburan. Trus matinya gak wajar. Lehernya setengah kepotong. Hiiiii….Serem !!!.” Totok bergidik.
“ Lu mau gak jadi orang kaya ?” Tanya Somat geram.
“ Nyawa atau harta ? mending gue pilih nyawa. Atau lu aja yg nancepin jelangkung nya. Kalau nggak gue lebih baik cari kuburan lain !” Bentak Totok.
“ Ya udah, sini biar gue yg tancepin. Gini aja takut. Yg ada setan ngeliat gue yg takut.

Lalu Somatpun berjalan kearah kuburan itu. Disana ada pohon beringin yang besar dan juga rumah pohon. Tanpa Somat & Totok sadari, diatas sana mereka sedang diintai. Diintai oleh sesuatu yg mereka takuti. Totok berjalan mengikuti Somat dari belakang. Sampailah dikuburan itu. Dan dengan yakin Somat menancapkan jelangkung kekuburan yg paling panjang. Yaitu kuburan Mak Ijah. Totok yg khawatir langsung berdiri dibawah rumah pohon itu. Dimana Kuburan cucu Mak Ijah terlentang dibelakangnya. Lalu Somat menolehkan kepalanya kearah Totok dan melemparkan senyum meremehkan.

“ Hee.. ini ya yang lu bilang bisa buat orang mati? “ tanya Somat.
“ llllu..luu.u.u jangan bilang gitu dong Mat, ntar setan-setan disini bangun.”
“ Terserah, mau bangun kek, mau marah kek, nggak ada urusan. Gue Cuma punya urusan sama tu hantunya Mak Ijah. Mendingan lu kesini. Siapin semua sesajen” Perintah Somat.
“ III..ii..ya deh!”

Lalu hanya beberapa menit semuanya sudah siap. Sekarang Somat dan Totok duduk berseberangan diantara kuburan Mak Ijah sambil memegang jelangkung. Kemudian mulut mereka komat-kamit sambil membacakan sesuatu.

“ jelangkung… jelangsek”
Disini ada pesta
Datang tak dijemput
Pulang tak diantar

(Bersambung),, emang gak ada sambungannya kalik =_=

By : Taufik (2005, kalau gak salah ni tahunnya, hee)



Hee,, Waktu zaman putih abu2 diriku pernah disuruh buat cerpen untuk lomba,, Tp gak tahu tu ujungnya gimana!
Bingung mau nulis apa? Setelah 3 kali lebaran 3 kali puasa 3 kali tujuh belasan 3 kali hari ibu, semedi di gunung Moon Everest, tiba2 aja terbesit sebuah cerita didalam benak dan kabulku (Caelah!).
Hmmm.. Yah tiba tiba saja, lahirlah cerpen yg berjudul “Selamat Tinggal, Rendra!” ini….


“Selamat Tinggal, Rendra !”

Siang itu matahari tak henti-hentinya menyiramiku dengan sinarnya yang panas. Panasnya sinar itu membuatku meneteskan berpuluh-puluh keringat yang mengguyur seluruh tubuhku. Tapi, keringatku yang menetes itu tidak sebanding dengan air mataku yang telah keluar sedari tadi. Sebuah angin lembut menerpa pipiku yang dibanjiri air mata, seakan-akan dia mencoba menghapus tangisku. Dan semak belukar disampingku menari-nari ditiup angin seolah-olah dia ingin menghibur hatiku yang sedang sedih. Tapi sedihku ini takkan bisa dibinasakan, sebab aku bersedih dikarenakan aku ditinggalkan oleh seseorang yang ku sayangi, ku cintai, ku kagumi, dan kuhormati. Dia adalah orang yang mengetahui segala tentangku, sedihku, dan tawaku. Ketika bersamanya aku merasakan ketenangan didalam jiwaku. Semua masalah yang melandaku seakan-akan hilang ketika dia ada di dekatku. Dia adalah separuh dari hidupku. Kupanggil dia dengan sebutan sahabat.
Tetapi, sebuah gundukan tanah coklat telah memisahkan kami untuk selamanya. Sebuah batu nisan bertuliskan namanya berdiri tegap diatas tanah itu. Kini dia berada didalam tanah itu. Tak bernafas dan tak juga bergerak. Dia tidak lagi memiliki ciri-ciri makhluk hidup. Dia sudah meninggal. Hari ini tepat setahun sudah dia menghadap yang kuasa. Dan kematiannya setahun yang lalu tersebut,disaksikan oleh mata kepalaku sendiri. Aku takkan bisa melupakan hari itu.
Saat itu aku adalah seorang anak laki-laki yang baru memakai seragam biru dongker. Sudah seminggu lamanya aku melewati Masa Orientasi Siswa (MOS) dengan hanya seorang diri. Aku memang tidak bisa menyesuaikan diri di lingkungan yang baru dengan mudah. Tak jarang disekolahku yang baru tersebut aku melihat beberapa anak berbisik-bisik dan memandang sinis terhadapku. Mungkin hal tersebut dikarenakan penampilanku yang culun. Sebuah kaca mata tebal, gigi yang berkawat, dan penampilanku yang sangat rapi, memagari seluruh tubuhku. Aku merasa nyaman dengan itu semua. Tapi, tanggapan kasar mereka membuatku menjadi sangat gerah dan juga sedih. Aku rindu kepada teman-teman semasa SD ku dulu. Tapi waktu tak dapat di ulang. Dan hidup harus terus di jalani. Aku yakin aku bisa mendapatkan teman. Seorang teman yang benar-benar merupakan teman.
Hingga hari itupun tiba. Hari pembagian kelas. Pagi itu bis yang kunaiki berhenti tepat didepan sekolahku. aku merasa tak sabar untuk melihat wajah-wajah baru yang akan berada di sekitarku. Dan aku melangkahkan kaki untuk turun dari bis. Beberapa anak yang juga bersekolah disitu berebut untuk turun. Aku yang berada tepat di depan pintu akhirnya terjatuh karena didorong oleh mereka yang ingin cepat-cepat turun. Lalu sebuah tangan mencoba membantuku untuk berdiri. Akupun menyambutnya.
Lalu sipemilik tangan itu berkata “kamu tidak apa-apa?”
“Ya!“ Jawabku sambil mengibas-ngibaskan tangan ke kakiku yang berpasir.
“Kamu juga murid barukan? Kenalkan, namaku Rendra Armada. Panggil saja Rendra!“ Ujarnya sambil memberikan sebuah salam perkenalan.
“Ya..Aku juga murid baru. Namaku Galang Gemilang . Panggil saja Galang!” Jawabku sambil tersenyum.
Setelah kami melalui beberapa sedikit percakapan, kamipun menyeberangi jalan menuju sekolah. Sebuah gerbang menyambut kami dengan tulisan : SELAMAT DATANG DI SMP KAYUJATI. Dan hari itupun menjadi awal persahabatan kami.
Kami berdua begitu banyak memiliki kesamaan. Mulai dari film, pelajaran, hobi, makanan dan banyak lagi. Rendra tak pernah membuat hatiku sakit. Dia selalu menjaga harga diriku. Dan yang paling penting, Dia mau menerima aku apa adanya. Dan begitu juga sebaliknya. Rendra dan aku adalah anak yang pintar dan juga kocak. Teman-teman sekelas selalu kami buat tertawa terbahak-bahak dengan gurauan kami. Kadang – kadang kami memperagakan semua iklan yang ada di televisi yang kami anggap lucu atau Aku meniru tarian dan lagu dari Agnes Monica dengan Rendra sebagai penari latarnya. Semua teman-teman yang melihat tak bisa menahan tawa saat kami sudah mulai beraksi. Seakan-akan tiada hari tanpa tawa. Kalau soal prestasi, Rendra selalu mendapatkan juara umum sedangkan aku selalu mendapatkan ranking. Jika salah satu dari kami sakit, kelas akan terasa sangat sepi. Dan jika kami tidak sedang bersama, teman-teman pasti akan bertanya,
“Mana si Rendra?” atau “Mana si Galang?”
Aku merasa sangat gembira bila ditanyai seperti itu. Aku merasa aku adalah sebagian dari hidup Rendra. Seolah-olah ada moto yang mengatakan:
“ DIMANA ADA RENDRA, DISITU ADA GALANG. DIMANA ADA GALANG, DISITU ADA RENDRA”
Dari kelas satu sampai kekelas tiga, kami selalu sekelas. Sudah banyak cerita yang kami ukir bersama. Coretan-coretan dinding dibawah tangga yang kami buat menjadi saksi bisu akan persahabatan kami berdua. Kami berduapun akhirnya lulus dengan nilai yang sangat memuaskan. Hari perpisahan sekolahpun diadakan. Aku tak percaya kalau hari ini akan datang juga.
“ Ren, mau ngelanjutin sekolah dimana?” Tanyaku pada Rendra.
“ Aku akan ikut ayahku ke Bandung. Disana aku akan ngelanjutin sekolah. Lalu kamu?” tanyanya dengan nada yang berat.
“ Aku akan ngelanjutin sekolah disini” ujarku sedih.
Lalu kamipun bersama teman-teman yang lain mengenang masa-masa yang telah kami lalui bersama. Setelah itu kami berfoto-foto ria.
Akhirnya, aku, Rendra, dan teman-teman yang lainnya berencana untuk jalan-jalan keliling kota sebelum berpisah. Kamipun melangkah meninggalkan sekolah itu. Meninggalkan gerbang selamat datang itu. Berharap kami akan bertemu kembali dengannya.
Rendra berkata “ Eh, aku beli minum dulu ya, kalian nyebrang aja dulu! Nanti aku nyusul!”
Lalu kamipun menyebrangi jalan itu. Sesampainya di seberang, kamipun menunggu Rendra. Lalu, terlihat Rendra berlari menyeberangi jalan menuju kami sambil memegangi beberapa bungkus jus jeruk. Tanpa ia sadari, sebuah mobil sedang melaju menuju dirinya. Sebuah tabrakan pun terjadi. Jus jeruk yang ia pegang tumpah berserakan di pinggir jalan bercampur dengan darah segar yang mengalir dari kepalanya. Kami semua terkejut. Terutama aku. Sebuah rasa sesak bergejolak didalam dadaku. Rendra meninggal seketika. Air mata hangat dan sebuah teriakan tiba-tiba saja keluar dari diriku. Disini adalah tempatku pertama kali bertemu dengan Rendra, Dan disini pulalah aku terakhir kalinya berjumpa dengannya.
Kini aku hanya bisa melihat foto-fotomu dan mengenang masa-masa indah yang pernah kita lewati bersama. Rendra, tenanglah kau disana! Walaupun kau sudah tidak ada, tapi kau akan selalu ada didalam hatiku. Kau adalah sahabat sejatiku, untuk…selamanya! (THE END /Taufik)

By : Taufik (2008)



Nah,, Kalau nyang satu ini beda lagi ceritanya…
Hmm.. Ini zaman2 celana dongker pendek,,,
Tempo itu diriku kepincut ama Novel horor terjemahan karya R.L Stine (Fear Street),, Nah, diriku punya temen yg suka juga sama tu novel, trus kami berdua tergerak untuk buat Novel horor. Planingnya pengen ngirim novel karya kami ke Penerbit, tapi waktu itu masih Katrok banget ama segala macam (abis baru lulus SD yak!)..
Yah alhasil karya ini hanya tersimpan indah didalam Komputer selama berabad2..
Padahal diriku udah bikin 37 halaman & 15 Bab… (Ampe gempor tu jari2)
Wuih jadi inget ni keringat yang bercucuran kala mengetik tu cerita (semangat 45)…
Ckckck..
Malah, diriku udah nyiapin cover utuk novelnya segala! Diriku gambar pake pensil sich di kertas A4,, khekhekhe,,, Gambarnya seorang badut di sebuah pesta ulang tahun yg giginya bertaring dan dipenuhi darah sambil megang pisau,,
Judulnya “Last Birthday”…
Bikinnya ceritanya lama tuh,,, padahal ceritanya hampir sampai ke Final Konflik and endingnya udah diriku siapin, tapi,, tiba2 saja Rasa malas nemplok sebadan badan..
Alhasil lagi2, Novel Q gak tamat,, weleh2…
Ni sepenggal cuplikannya...

(****) Felony City : Last Birthday

B A B
10


“ Hai Emilia ! Kau juga ingin seperti anjing inikan ? “ Badut itu menyeringai sambil menunjukkan badan anjing itu yg tak berdaya.
Emilia maukah kau membuatku kenyang dgn memberikan sedikit darah di lehermu yg begitu terlihat sangat segar ?.
Badut itu mendekat kejendela. Tapi untung saja jendela itu berjeruji besi.

“ Aaaa…aaa” sebuah teriakkan baru dapat keluar dari mulutnya.
Emilia menjauhi jendela dan berlari kekamarnya.
“ Emilia ! Apakah kau tidak tau sebentar lagi saudaramu & pacarnya akan kemari ? Mereka mungkin dapat menjadi makanan pencuci mulutku. “ Badut itu berkata sambil menjilati lidahnya yg dipenuhi darah Nuno. Haaa…ha….Ha…

“ Adam & Cristi ! “ teriak Emilia menuju kepintu depan dengan panik.

Adam & Cristi sudah tiba diteras. Mereka menekan bel. Sementara Emilia mencoba membukanya, tetapi terkunci dia mencoba mencarinya disekitar pintu. Tapi tdk ketemu. Sambil masih mencari dgn panik, Emilia melihat sesosok tubuh yg berlumuran darah. Dia memegang kunci itu.

“ Lily ! “ teriak Emilia kaget.
“ Hai Emilia. Kau telah membunuhku. Kau tidak mau menolongku. Kau jahat. Dan kau mencoba merebut Jimmy dariku. Kau juga ingin mengingkari janjiku. “ Lily berkata sambil melayang-layang memegang kunci. Badannya begitu pucat.

“ Lily! Adam & Cristi dalam keadaan bahaya. Tolong berikan kuncinya. “ Emilia memohon.
“ Kau sudah lupa bagaimana aku merengek minta tolong padamu ? dan kau hanya diam saja. Sekarang giliranmu. Ha…. Haaaa.. “ tawa Lily makin lama makin lenyap bersama kunci itu.

“ Teng… tong …teng…tong… “ Suara bel masih terus ditekan oleh Adam.
“ Cristi ! Adam ! pergi dari situ. “ Emilia berteriak dari dalam rumah. Suaranya terisak-isak.
“ Apa yg kau katakan Emilia ? “ tanya Adam dari luar tidak mengerti maksud Emilia.

Emilia berlari kekamarnya. Dengan susah payah dia berusaha naik keatas. Emilia berusaha memberitahu dari jendela atas yang bisa dibuka. Keringat dingin membasahi kaus yg dipakainya. Lalu dia membuka jendelanya. Emilia masih dapat melihat Adam & Cristi berdiri disana.
Emilia mengeluarkan kepalanya dari jendela & berusaha memberitahu Adam.

“ Adam ! Cristi ! pergi dari sana ! Ada badut gila yg ingin membunuh kalian ! “ Teriak Emilia memperingati.
“ Ayolah Emilia, leluconmu itu tidak lucu “ ujar Adam mendekat.
“ Aku tidak bercanda Adam, Aku….. “ tiba-tiba saja perkataan Emilia terhenti oleh sebuah teriakkan .

“ Aaaaa……aaaaa….Badut itu menyeret Cristi ! “ Emilia menjerit panik.
“ Tolong aku ! Tolong ! “ teriak Cristi yg sedang diseret.
“ Ha….ha…. kau terlambat Emilia “ Badut itu menyeringai dgn seramnya.
“ Hei apa yg kau lakukan “ jerit Adam berlari mendekati badut itu. Adam bersiap-siap untuk memukul badut itu. Tapi terlambat. Pukulan Adam meleset dan sebuah tusukan mendarat didada Adam. Darah mengalir dari pisau itu. Rumput-rumput yg hijau menjadi merah akibat tetesan darah.

“ Tidak !!! “ teriak Emilia dari jendela.

Badut itu menjilati darah yg mengalir dipisaunya.
“ Darah ini rasa ceri. Aku menyukainya. “ Badut itu menjilatinya pisau itu dgn tertawa penuh kemenangan.

Adam menghembuskan darah terakhirnya. Kaki Cristi masih dipegang badut itu.
“ Adam jangan tinggalkan aku “ jerit Cristi.
“ Cristi ! kau juga segera menyusul. “ Badut itu melihat Cristi dgn penuh rasa lapar.

“ Srak…srak..srak. “ Suara pisau yg ditusukkan secara berkali-kali.
Sebuah tusukan beruntun membuat lubang besar dipunggung Cristi. Darah deras mengalir dipunggung Cristi. Badut itu membenamkan wajahnya kepunggumg Cristi yg berlubang. Mulutnya yg besar penuh dengan darah. Badut itu menjilatinya.

“ Emilia sekarang giliranmu “ Badut itu menjilati bibirnya sekali lagi.
“ Tidak ! “ Jerit Emilia histeris. Kau yg akan mati. Bukan aku.

Emilia berlari kedapur. Dia mengambil salah satu pisau yg tajam. Emilia berlari kepintu tempat ia melihat badut itu memakan Nuno. Tadinya pintu itu terkunci, tapi setelah dibuka sekali lagi pintu itu tdk terkunci. Emilia tdk memikirkan keanehan itu. Emilia hanya berpikir ingin menusuk badut itu dgn pisaunya.

Emilia mengendap-ngendap dari belakang rumah. Walaupun dia masih ketakutan, Dia berusaha menemukan badut itu. Emilia melihat tubuh Adam & Cristi yg tergeletak tak berdaya. Emilia tidak melihat badut itu berada disana. Dengan penuh tangisan, Emilia mendekat ke tubuh Adam yg penuh darah. Pikiran untuk balas dendam hilang didalam pikirannya.

Air mata Emilia bercampur dgn darah Adam. Dia menggenggam pisaunya semakin keras. Tiba-tiba Emilia merasa pundaknya dipegang. Jantung berdebar-debar. Dia membalikkan badannya. “ Mam ! Dad ! “ seru Emilia kaget.

“ Oh ! Apayg kau lakukan pada Adam & Cristi Emilia ? “ tanya Mam sambil menangis.
“ Mam bukan aku pelakunya tetapi badut itu. “ Emilia mencoba menjelaskan.
“ Kau stres Emilia ! Kau membunuh Adam & Cristi. “ kata Mam tidak percaya.

Disana hanya terdengar suara tangisan. Suasana itu berubah ketika sebuah jeritan terdengar dari arah lain. Mereka semua mengalihkan pandangan keasal teriakan itu.
“ Nunoooo ! “ teriak Ellen yg dari tadi mencari-cari Nuno. Ellen menemukan Nuno tergeletak dipenuhi darah didepan teras Emilia. Ellen melihat Emilia & orang tuanya berdiri didepan tubuh Adam & Cristi yg juga tidak berdaya.
“ Emilia ! kau juga membunuhnya ? “ tanya Mam kaget.
“ Bukan aku tapi…..” perkataan Emilia terpotong.
“ Kau membunuh Nuno Emilia ? “ Ellen mendekat sambil menangis. Kau juga membunuh saudaramu. Kau jahat Emilia !. Jahat !.
“ Kau gila Emilia ! “
“ Kau pembunuh ! “
“ Kau stres ! “ mereka semua berteriak.
“ Bukan ! bukan aku yg membunuh mereka “ Emilia tdk tahan lagi.
“ Pembunuh “

“ Tidak ! “
“ Tidak ! “
“ Tidaaaaaaaak “ Emilia menjerit keras.

B A B
11


“ Tidak. Hentikan !” jerit Emilia terbangun dari mimpinya.
Emilia masih mengatur nafasnya. Mimpi itu benar-benar buruk. Emilia mengambil segelas air dan meminumnya. Keringat Emilia bercucuran membasahi kaus dan tempat tidurnya. Emilia tidak berani mengingat mimpi itu lagi.

Ia baru saja akan tidur kembali ketika telepon berdering.
Ia melirik jam dimejanya – 1:15.

Ia menyambar gagang telepon sebelum berdering ketiga kalinya. “ Halo!”
“ Selamat malam Emilia. “ kata suara lembut berbisik.
Nafas Emilia tersangkut ditenggorokan. Ia seperti sering mendengar suara ini.
“ Emilia, kau sendirian, manis ? “
Emilia tahu siapa yg berbicara itu. Itu suara Lily..
“ Lily ! Apa yg kau lakukan ? kau ingin membuatku gila“ pekik Emilia.
Ia mencengkeram gagang telepon begitu kencang sampai tangannya nyeri.
“ Emilia kau tidak mau menolongku. Aku sekarang sudah mati. Sedangkan kau akan bersenang-senang bersama Jimmy. Badut itu mengurung rohku. Tolong aku Emilia! “ bisik Lily.

Emilia terkejut mendengar pejelasan itu. Ini semua tidak masuk akal. Tapi seteklah apa yg dialaminya, Emilia percaya.
“ Emilia jangan adakan pesta itu ! “ Lily melarang dgn suara serak.
“ Mengapa ?” tanya Emilia penasaran.
“ karna…karna…. “ Lily mencoba memberitahu.
“ Karna aku akan datang kepestamu. Ha…haaa..haaa..” Suara Lily sudah berganti menjadi suara yg serak. Itu suara badut yg sering menejar-ngejarnya.
“ Siapa sebenarnya kau ini ? Kau mau apa ? “

Pertanyaan dijawab dgn gemerisik gagang telepon.
Dan kemudian kesunyian.
Sambungan diujung sana sudah terputus.

Emilia tidak tahu harus berbuat apa. Ia sudah memberitahu teman-temannya, tapi tdk ada yg percaya. Dan Emilia sudah pernah akan melaporkan hal ini kepolisi, tetapi dia tidak ingin berurusan dgn polisi.

Aku harus membuat teman-temanku percaya.
Bagaimanapun caranya.

. By : Taufik (2005)




“LOLONGAN BUMIKU MALANG”

Erang, aku mengerang!
Dipandang dari bintang
aku kurus kerontang
Garang, aku menggarang!
Dipandang mentari siang
aku jadi matang

Kau terlentang di punggungku
Pijakkan kaki tiada henti
Untuk terbang tak terkekang

Kau bilang aku kasurmu!
Tapi kau remas paru-paruku
Kau gunduli kepalaku
Dan kau bakar tubuhku
Sakit…
Sakit…

Apa salahku? Apa dosaku?
Aku marah!
Aku tak terarah!
Apa engkau ingin perang?
Air mataku kan menenggelamkanmu
Lalu ku goncang lantang kau sampai meregang
Kumuntahkan isi perutku
Kulecut engkau menjadi arang
Itu yang kalian fikirkan?
Itu yang kalian inginkan?

By : Taufik (2008)

Tidak ada komentar:

 

Design By:
SkinCorner